Menjelang abad ke-21 masyarakat global optimis akan memasuki abad baru yang lebih aman_damai. Belum genap tahun kedua abad ke-21 masyarakat global menyaksikan serangan brutal terhadap menara kembar WTO di New York pada 11/9/2001. Serangan itu memicu kemarahan besar warga Amerika Serikat (AS) yang oleh pemerintahnya diterjemahkan apa adanya dalam bahasa politik: perang global terhadap terorisme global. Dalam waktu singkat, optimisme akhir abad ke-20 berganti menjadi ledakan kemarahan di satu sisi, dan frustasi di sisi lain. Inilah peta_batin global. Artikel pendek ini, dinarasikan dalam 740 kata, menyajikan ilustrasi singkat mengenai peta_batin semacam itu serta tantangannya. Bagi yang berminat mengakses silakan kilik: Terorisme Global
Terorisme Global: Definisi dan Peta_Batin Global
Published by Uzair Suhaimi
Statistics and religion. This is perhaps an unusual combination for many. The first is dealing with the empirical world, the second with that beyond that world. However, that is my reflection regarding myself. As a statistician, I spent 30 years (1981-2011) serving BPS-Statistics Indonesia. After that my professional services were dedicated to TNP2K office (an office under the vice president office) for a few months and to ILO-ROAP as a senior statistician for half a year. Since 2012 most of my time is dedicated as an independent consultant on statistics-related work, mostly for ILO and on some occasions for some government offices Indonesia. My recent work (2019) was on estimating child labour in Indonesia for ILO Country Office Jakarta. As for personal interest, since young, I've been fascinated with the basic principles of religious thought, especially on its esoteric dimensions, essentiality, and universality. Sufism and perennial philosophy are of my special interest. On this subject, I have posted a number of short articles in my personal blog: https://uzairsuhaimi.blog. View all posts by Uzair Suhaimi
Pak Uzair Ysh,
Kalau saya tidak salah tangkap, yang Pak Uzair maksud dua sisi pada peta batin global adalah nafsu balas dendam pada sisi barat, dan rasa frustasi pada sisi timur. Frustrasi merefleksikan sikap mental dan cara berpikir pihak yang rendah diri. Sepertinya masalahnya memang lebih kepada psikologi-sosial. Tapi, menurut hemat saya, pada peta batin sisi timur bukan hanya rasa frustasi yang tergambar. Frustrasi lebih cocok buat mereka yang dijangkiti inferior complex. Buat yang tidak terjangkit virus inferior complex ini, peta batin apa yang lebih pas? Saya kesulitan menemukan frasa yang tepat.
Buku Islam Negara Sekuler yang Pak Uzair rekomendasikan, akan saya cari kapan-kapan. Saat ini saya sedang mencoba baca bukunya Greenspan- The Age of Turbulence, buku yang sudah lama saya dengar tapi baru berkesempatan punya, karena didiskon besar 🙂 . Buat info nih Pak, ada diskon hingga 80 % di gramedia pasar baru sampai tanggal 5 Juni 2011. Selamat hunting buku Pak.
Salam
LikeLike
TK komentarnya ya. Upi betul: kita2 nggak inferior kan. Big isu-nya ini lho: Kok terorisme global tumbuh subur di Arab-Islam? Kenapa ya? Artikel ini menjawab, underlying factornya, [meminjam istilah Hanafi], Superior-inferior complex. Identifikasi underlying factor hemat saya perlu dan paling relevan untuk melakukan pencegahan terorisme secara prevetif dan menyeluruh [jadinya murah kan], bukan penanganan kuratif bergaya_militaristik yang justru kita lihat malah yang trendi, termasuk UN ikut-ikutan. Ngeseln kan!.
Selain menjawab pertanyaan itu, artikel sangat pendek ini bahkan sempat memberikan tausiah atau nasehat(berani-beraninya ya). Nasihat u/ Timur: “Jangan minder dong; kalau ada masalah umat itu terutama disebabkan oleh masalah internal lho, bukan karena orang luar (Barat); kalau terbelakang pertanyaannya bukan “Siapa [orang luar] yang berbuat salah ” tetapi “Apa yang kita lakukan [contohnya: ‘Jumud’, tafsir nash yang miskin atau bahkan non-contextual] atau tidak kita lakukan [contohnya: pengembangan Fikih Sosial] sehingga tertinggal”? Nasihat u/ Barat (hebat ya): “Jangan terlalu arogan lah, belajarlah berempati!”. Berikut penjelasan bonus:
Superior-Inferiro complex terlihat dari cara pandang Timur melihat perbandingan Barat:Timur. Cara pandangnya kira-kira setara dengan Modern:Terbelakang, Pusat:Pinggir, Guru:Murid,Produsen:Konsumen, Modern:Terbelakang, Ilmiah:Mitis, Pintar:Bodoh,Pengendali:Dikendalikan, dst; pokoknya Serba Bagus: Serba Jelak. Cara pandang Barat tidak kurang gendengnya: Timur adalah “obyek” untuk ‘dipelajari’ (baca orientalisme), di-image-kan dari jauh agar dapat dimanipulasi. Inilah yang menurut istilah saya ‘peta batin global’. Kesadaran kolektif umat semacam itu (khususnya pada tingkat grass-root), ditambah dengan kesulitan hidup (nganggur lagi), diambah persepsi [riil?]mengenai ‘dominiasi’ Barat dalam hal IPTEK, perdagangan dan geo-politik, ketimpangan kaya-miskin. nepotisme, gaya-hidup, pola dan tingkat konsumsi kaum elit [yang terkadang lebih ‘heboh’ dari pada orang kaya di Barat], nostalgia ‘kejayaan umat’ terdahulu, keyakinan agama yang ‘unggul’, dsb, dsb, dsb, semua itu, hemat saya proper ingridient bagi terorsiem global. Agree?
Salam
LikeLike
Reblogged this on Jejak Pemikiran dan Refleksi.
LikeLike