Einfühlung

Tidak perlu belajar psikologi untuk menyadari bahwa

kebahagiaan sejati hanya mungkin diraih dengan cara berbagi.

Tidak perlu wejangan ajengan untuk mengetahui bahwa

dalam kekayaan ada hak-hak kaum miskin.

Tidak perlu penasihat keamanan untuk mengetahui bahwa

tetangga adalah satpam yang paling dapat diandalkan.

Tidak perlu belajar konsultan ekonomi untuk menyimpulkan bahwa

kesehatan perusahaan menghendaki pemenuhan hak-hak karyawan.

Tidak perlu penasihat politik untuk mengetahui bahwa

stabilitas keamanan mensyaratkan kemampuan mendengarkan suara-suara kaum terpinggirkan.

Untuk semua itu tidak perlu belajar, wejangan, konsultan, penasihat.

Satu yang perlu, Einfühlung:

“the capacity to understand or feel what another person is experiencing from within their frame of reference, that is, the capacity to place oneself in another’s position

Advertisement

Kurva

Covid-19

Sudah hampir tiga puluh jutaan korban

Sudah hampir sejuta syuhada (semoga)

Sudah sekian juta kehilangan mata pencaharian

Kasus naik terus

Kurva belum melandai.

 

Musibah global ini kehendak alam?

Atau ulah manusia?

Pesan langit melalui At-Taubat 51 tegas:

“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan

apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami… “.

 

Sebagian syuhada adalah para dokter- tenaga kesehatan di garis depan.

Mereka telah mengikat tali-unta

Korban tetap berjatuhan.

Para syuhada lain telah membuat jarak dan cuci tangan

Kurva belum melandai.

Isyarat sentuhan tangan gaib yang lebih perkasa

dari kekuatan iptek manusiawi?

 

Apakah musibah ini ulah manusia

direspons alam

merealisasikan ketetapan-Nya?

Pesan langit melalui At-Taubat 51 tegas:

“Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah

orang-orang yang beriman harus bertawakal”.

 

Tuhan

Engkau Maha Mengetahui

korban masih terus berjatuhan

kurva belum mau melandai.

Jika ini wujud azab-Mu

maka itu hak-Mu

karena kami hamba-Mu.

Tapi jika Engkau mengampuni kami

dan menghentikan bencana ini

maka itulah munajat kami.

Kami yakin Engkau Maha Gagah-Bijaksana? (QS 5:118).

Kami sadar rahmat-Mu melampaui murka-Mu (Hadits).

 

Tuhan

Kami telah mengingatkan tali-unta kami

sekencang yang kami bisa.

Tapi hanya uluran rahmat-Mu yang mampu

menghentikan korban berjatuhan dan

melanadaika kurva.

Tangerang 13-09-20

Puasa dalam Konteks Covid-19

Konteks

Sekitar 10 hari lalu seorang teman minta izin menggunakan salah satu tulisan dalam blog ini sebagai bahan infografis: “Untuk mengedukasi jamaah saya, Mas”, kira-kira demikian alasannya. “Maklum mereka jabbariyah; mereka mau tarawihan di masjid”, lanjutnya. Penulis hanya merespons “Bagaimana kalau para pengurus diajak diskusi mengenai Hadits yang menjelaskan Nabi SAW teraweh di masjid hanya 1-2 kali”.

Cerita di atas yang juga anggota dewan ini, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), mendorong penulis untuk bertanya: “Adakah aturan pemerintah atau fatwa MUI mengenai hal ini?” Penulis berbaik-sangka peraturan itu ada tetapi di luar pengetahuan penulis. Demikianlah cerita yang memotivasi penyiapan tulisan ini. Isinya menyajikan hasil survei pustaka super-cepat terkait dengan puasa dan tradisi yang menyertainya dalam konteks Covid-19.

Puasa dan gejala Covid-19

Puasa dapat ditunda karena alasan sakit atau dalam perjalanan (QS 2:184). Pertanyaannya, dapatkah kita berpuasa ketika memiliki gejala Covid-19? Adakah pedoman bagi Umat di Indonesia mengenai ini? Penulis tidak bisa menjawab. Yang penulis ketahui kasus di Inggris. British Muslim Medical Association (BM2A) dalam minggu ini telah mengeluarkan pedoman yang sangat jelas bagi masyarakat Muslim di Inggris (lihat Gambar di bawah).

Sebagai asosiasi medis, BM2A tentu telah mempertimbangkan semua pertimbangan medis serta hasil riset yang relevan, termasuk yang dilakukan oleh Profesor Longo. Profesor ini menarik karena risetnya telah menunjukkan hubungan positif antara praktik puasa dan perbaikan sistem imunitas termasuk terhadap Covid-19:

Professor Valter Longo, director of the USC Longevity Institute, is investigating how fasting and diets that mimic fasting’s effects can help immune function, including vaccine efficacy and the body’s response to infection by viruses such as influenza and eventually COVID-19.

Fasting and fasting mimicking diets appear to “get rid of damaged or mis­guided cells and replace them with younger and more effective immune cells,” he says, improving many signs of health in mice.

Teraweh di Masjid dan WHO

Bagaimana dengan tarawih di Masjid? Mengenai hal ini penulis juga tidak mengetahui ada atau tidak ada pedoman bagi Umat di Indonesia. Yang penulis ketahui, Pakistan mengizinkan Umat  tarawih di Masjid dalam kondisi tertentu: “Pakistan’s government has decided to conditionally keep mosques open during Ramadan”. Dari Gambar di bawah tampak kondisi yang dimaksud sesuai dengan SOP physical distancing.

Terkait dengan praktik puasa umumnya dan tarawih khususnya dalam konteks Covid-19, WHO telah menyusun pedoman yang jelas, rinci dan menyeluruh. Pedoman ini mencakup praktik physical distancing ketika salat berjamaah, cara memperlakukan kelompok yang berisiko tinggi, pengaturan tempat penyelenggaraan, dan dorongan untuk membangun lingkungan higiene yang sehat. Aturan itu rinci. Terkait physical distancing, misalnya, WHO memberikan tiga rekomendasi:

  • Praktikkan physical distancing secara ketat dengan menjaga setiap sat jarak dengan orang lain setidaknya 1 meter (3 kaki).
  • Gunakan salam yang disetujui secara budaya dan agama dengan menghindari kontak fisik, seperti melambaikan tangan, mengangguk, atau meletakkan tangan di atas hati.
  • Menghentikan banyak orang berkumpul di tempat-tempat yang terkait dengan kegiatan Ramadhan, seperti tempat hiburan, pasar, dan toko.

Mengenai yang terakhir ini Malaysia, Singapura dan Brunei dilaporkan melarang jualan penganan takjil yang biasanya marak selama bulan puasa.

Penulis menilai rekomendasi WHO ini layak dipelajari sehingga disajikan sebagai lampiran ini.

Selamat berpuasa bagi yang melaksanakan…. @

*******

Lampiran

(Cuplikan Rekomendasi WHO)

Safe Ramadan practices in the context of the COVID-19

  1. Overarching considerations
  2. Advice on physical distancing
  3. Practice physical distancing by strictly maintaining a distance of at least 1 metre (3 feet) between people at all times.
  4. Use culturally and religiously sanctioned greetings that avoid physical contact, such as waving, nodding, or placing the hand over the heart.
  5. Stop large numbers of people gathering in places associated with Ramadan activities, such as entertainment venues, markets, and shops.
  6. Advice to high-risk groups
  7. Urge people who are feeling unwell or have any symptoms of COVID-19 to avoid attending events and follow the national guidance on follow-up and management of symptomatic cases.
  8. Urge older people and anyone with pre-existing medical conditions (such as cardiovascular disease, diabetes, chronic respiratory disease, and cancer) not to attend gatherings, as they are considered vulnerable to severe disease and death from COVID-19.
  9. Mitigation measures for physical gatherings

The following measures should be applied to any gathering occurring during Ramadan, such as prayers, pilgrimages, and communal meals or banquets.

  1. Venue
  2. Consider holding the event outdoors if possible; otherwise, ensure that the indoor venue has adequate ventilation and air flow
  3. Shorten the length of the event as much as possible to limit potential exposure
  4. Give preference to holding smaller services with fewer attendees more often, rather than hosting large gatherings
  5. Adhere to physical distancing among attendees, both when seated and standing, through creating and assigning fixed places, including when praying, performing wudu (ritual ablutions) in communal washing facilities, as well as in areas dedicated to shoe storage.
  6. Regulate the number and flow of people entering, attending, and departing from worship spaces, pilgrimage sites, or other venues to ensure safe distancing at all times
  7. Consider measures to facilitate contact tracing in the event that an ill person is identified among the attendees of the event.
  8. Encourage healthy hygiene

Muslims perform wudu before prayers, which helps maintain healthy hygiene. The following additional measures should be considered:

  1. Ensure that hand washing facilities are adequately equipped with soap and water and provide alcohol based hand-rub (at least 70% alcohol) at the entrance to and inside mosques.
  2. Ensure the availability of disposable tissues and bins with disposable liners and lids, and guarantee the safe disposal of waste.
  3. Encourage the use of personal prayer rugs to place over carpets.
  4. Provide visual displays of advice on physical distancing, hand hygiene, respiratory etiquette, and general messages on COVID-19 prevention. Frequently clean worship spaces, sites, and buildings
  5. Enforce routine cleaning of venues where people gather before and after each event, using detergents and disinfectants.
  6. In mosques, keep the premises and wudu facilities clean, and maintain general hygiene and sanitation.
  7. Frequently clean often-touched objects such as doorknobs, light switches, and stair railings with detergents and disinfectant.

******

Normandia 75 Tahun Lalu: Suatu Refleksi

75 tahun lalu Negara Indonesia masih dalam rahim ibu, Bangsa Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia sudah eksis yang keberadaannya ditegaskan melalui Sumpah Pemuda 1928. Jadi faktanya, Indonesia adalah Negara-Bangsa: ada bangsa dulu, baru dibentuk negara. Tidak banyak negara-bangsa dalam pengertian ini, negara yang menurut bangsa ini eksis karena ‘Rahmat Tuhan…”.

75 tahun lalu, tepatnya 6 Juni 1944, terjadi peristiwa yang menentukan sejarah dan peta politik dunia masa kini. Peristiwa itu adalah pendaratan laut pasukan Kekuatan Sekutu di Normandia (Normandy) [1] untuk membebaskan Prancis dari pendudukan Nazi Jerman yang mengomandoi Kekuatan Poros. Peristiwa ini pada waktunya diikuti oleh pembebasan keseluruhan Eropa, mengakhiri Perang Dunia II, dan pembebasan negara-negara jajahan .

Pendaratan laut yang bersejarah itu adalah terbesar dalam sejarah manusia. Ia melibatkan hampir 5,000 kapal pendarat dan penyerang, 280 kapal pengawal, 277 kapal penyapu ranjau. Tentara yang mendarat: 160,000 pada hari pertama dan 875,000 pada akhir Juni. Korban: 1,000 pihak Poros dan paling tidak 10,000 pihak Sekutu.

Sumber: INI

Yang penting bagi kita adalah menarik pelajaran dari peristiwa terkait-sejarah itu. Pelajaran itu antara lain:

  • Kita hidup dalam dunia-bawah-sini yang tidak akan pernah sempurna. Perang Dunia– seperti halnya Perang Salib yang terjadi sekitar satu milenium sebelumnya– menunjukkan bahwa ras manusia bisa dapat sangat konyol.
  • Kita memiliki kapasitas untuk menjadi sangat biadab. Ini ditunjukkan antara lain oleh  Tragedi Holocaust 1941-1945 menelan kobran sekitar 6 juta penduduk Yahudi atau 2/3 total populasi mereka di Eropa.
  • Kita memiliki heroisme luar biasa serta kapasitas untuk berkorban untuk sesuatu nilai yang diyakini, antara lain nilai kemerdekaan. Ini ditunjukkan oleh jutaan martir dalam Perang Salib, Perang Dunia dan Perang Kemerdekaan.

Memori kolektif Anak Adam dalam dua milenium terakhir dipenuhi– sadar atau di-bawah-sadar– oleh kenangan dan persepsi mengenai tiga peristiwa itu: Perang Salib, Perang Dunia, dan Holocaust. Kenangan ini mengajarkan bahwa kita suka menumpahkan darah (seperti ramalan Malaikat), ingin menang sendiri, berbakat sangat-konyol dan sangat-biadab. Itulah pelajarannya.

Apakah ancaman itu sudah berakhir? Jawabannya meragukan. Kenapa? Karena seperti seorang bijak (Schuon, 2006:3, Gnosis, Divine Wisdom) ungkapkan, Zaman Now adalah zaman ketika:

(1) Religions are separated from each other by barriers of mutual incomprehension…, and

(2)… the interpenetration of civilization gives rise to many problems– not new, it is true, but singularly: “timely” and “urgent”–  

Sumber Gambar: Google

Terapinya? Salah satunya mungkin tarbiyyah tazkiyatun nafs seperti shaum itu lho!. Wallahualam.

[1] Normandia adalah bagian ujang-barat-utara wilayah Prancis dengan luas sekitar 12,000 km2 dan populasi sekitar 5% dari total populasi negara itu.

Contact: uzairsuhaimi@gmail.com

Lebaran: Estimasi Populasi yang Merayakan

Sumber Gambar: Google

Umat Muslim tengah menyongsong lebaran, suatu momen yang layak mereka rayakan setelah menuntaskan puasa selama sebulan penuh. Pertanyaannya: (1) Apakah Umat Non-Muslim berhak merayakan? (2) Apakah “bayi” termasuk yang merayakan? dan (3) Apakah definisi merayakan? Tanpa definisi mustahil menghitung populasi. Tetapi memperkirakannya, atau menggunakan proksi indikator, adalah mungkin. Dengan asumsi tentunya. Tulisan ini mengasumsikan L=M di mana

L: perkiraan populasi yang merayakan lebaran, dan

M: perkiraan populasi Muslim

Asumsi ini akan menghasilkan perkiraan yang underestimate jika jawaban terhadap pertanyaan (1) positif; artinya, Non-Muslim berhak merayakan lebaran. Tetapi hal ini akan di-compensate jika jawaban terhadap pertanyaan (2) negatif; artinya, bayi dikeluarkan dalam perhitungan. Jadi, asumsinya agaknya lumayan masuk akal.

Dengan asumsi ini maka L atau perkiraan total populasi yang merayakan secara global sekitar 1.8 milyar jiwa (Untuk sumber lihat INI). Di mana saja mereka tinggal? Tersebar di lima benua tetapi sekitar 1.4 milyar atau 77% dari mereka tinggal di 15 “negara” Muslim:  Indonesia, Pakistan, India, Bangladesh, Nigeria, Mesir, Iran, Turki, Aljazair, Sudan Irak, Maroko, Ethiopia, Afganistan dan Arab Saudi. Dalam konteks ini ada empat catatan yang layak dikemukakan:

    1. Daftar ini diurutkan dari terbesar dan menujukan Indonesia “merajai” angkanya sementara Arab Saudi paling kecil.
    2. India termasuk dalam daftar karena definisi “negara” Muslim dalam tulisan ini adalah besar populasi Muslim.
    3. Sekalipun secara proporsional Muslim di India hanya mencakup 14.2% dari total penduduknya, jumlahnya pada 2019 diperkirakan mencapai 1889 juta.
    4. Dengan populasi sekitar 1.33 milyar dan pola pertumbuhan penduduknya maka India diperkirakan akan menggeser posisi Indonesia pada tahun 2050. Selamat India!

Tabel 1 merinci total penduduk dan populasi muslim di 15 negara yang dimaksud.

Sumber: INI.

Catatan: (*)  Estimasi penduduk Muslim dilaporkan dalam bentuk interval dan yang dsajikan dalam tabel ini merupakan nilai tengahnya.