Puasa: Kedalaman dan Keluasan Makna

Umat Muslim siap berpuasa Ramadhan tahun ini yang menurut Sidang Itsbath Kementerian Agama RI dimulai pada Hari Minggu 3 April 2022. Bagi Mohammad Chtatau, seorang cendekiawan Maroko, Ramadhan di atas segalanya adalah “penglihatan hati” (vision of the heart) yang memungkinkan manusia untuk kembali ke pusat dirinya, bulan pengendalian diri agar terus berjuang melawan kelemahan dan hawa nafsunya agar menjadi manusia seutuhnya, dan bulan berbagi serta membangun ikatan solidaritas dengan orang-orang terpinggirkan agar mampu melepaskan diri dari situasi kemelaratan dan kesengsaraan mereka. 

Pandangan cendekiawan ini menyiratkan kedalaman dan keluasan makna Puasa dalam perspektif Muslim. Kedalaman dan keluasan maknanya dicoba dijabarkan dalam sembilan tulisan berikut ini. 

  1. Definisi Puasa
  2. Puasa: Tujuan dan Adab
  3. Substansi Puasa
  4. Puasa dan Perjuangan Spiritual
  5. Berpuasa dengan Ihsan
  6. Puasa dan Kebaikan Sempurna
  7. Puasa: Pelajaran dan Tindak Lanjut
  8. Catatan Puasaku
  9. Setelah Lebaran Apa?

Masing-masing tulisan ini dapat dibaca secara terpisah dan dapat diakses dengan cara mengklik judulnya.

Selamt membaca! 

Baju dan Perhiasan Takwa

Salah satu istilah keagamaan yang mungkin paling popular bagi Umat (Islam) adalah takwa. Ketika mendengarkan khotbah Jumat mereka hampir selalu diingatkan apa yang dimaksud dengan istilah ini: “mematuhi semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya”. Demikian ‘definisi’ takwa dalam perspektif hukum (Islam): padat, mudah dipahami dan bersifat menentukan (preskriptif). Umat juga umumnya memahami takwa sebagai kriteria kemuliaan seseorang: semakin bertakwa, semakin mulia (QS 49:13). 

Tulisan ini menelusuri dua istilah terkait takwa: baju takwa dan perhiasan takwa. Istilah yang pertama sudah populer (paling tidak dalam konteks budaya Jawa), yang kedua tidak atau belum dikenal dan dicoba dipopulerkan melalui tulisan ini.

Baju Takwa

Istilah baju takwa adalah istilah qurani dalam arti tercantum dalam alquran (QS 7:26). Teks suci ini menggunakan istilah libasuttaqwa (لباس التقوى) yang umumnya diterjemahkan sebagai pakaian atau baju takwa. Menurut salah satu sumber yang dapat dipercaya, istilah Baju Takwa berbeda dengan Baju Koko atau Baju Surjan. Baju Koko dikembangkan dari baju Tuikim yang berasal dari budaya Cina, sementara Baju Takwa dari baju Surjan yang dianggap produk budaya asli Jawa. Berbeda dengan baju Surjan yang umumnya berlengan pendek, baju Takwa berlengan Panjang. Selain itu, berbeda dengan dua yang lainnya berfungsi lebih sebagai pakaian lahir, Baju Takwa berkonotasi pakaian batin. 

Baju Takwa memiliki kekhasan yang masing-masing unsurnya melambangkan nilai-nilai keagamaan (Islam) tertentu. Sebagai ilustrasi, menurut Ustadz Salim A Fillah dalam salah satu ceramahnya mengenai Babad Tanah Jawi, bilangan kancing pada bagian kerah (berjumlah enam) dan pada masing-masing lengan baju (berjumlah lima), masing-masing melambangkan Rukun Iman (6 rukun) dan Rukun Islam (6 rukun). Menurut beliau, blangkon yang merupakan kelengkapan Baju Takwa, aslinya dibentuk dari 17 lipatan yang diikat di belakang sebagai kalimat tauhid. Jumlah lipatan menurut beliau melambangkan bilangan rakaat sehari-semalam yaitu 17 rakaat.

Jika pendapat beliau benar maka simbolisme Baju Takwa agaknya bukan disandarkan sepenuhnya pada definisi umum takwa (‘mematuhi semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya’), melainkan pada QS (2:3-5) yang mendefisikan takwa secara lebih operasional. Dalam ayat ini takwa didefinisikan sebagai integral dari Iman dan Islam. Wallahualam!

Hiasan Takwa

Jika takwa dianalogikan dengan pakai atau baju, pertanyaannya apakah ada aksesori atau hiasan yang membuat baju itu cemerlang atau bersinar. Dengan kata lain, pertanyaannya adalah adakah yang dikenal dengan hiasan takwa (Arab: زخرفة التقوى). Sejauh ini penulis belum pernah menemukan istilah itu.

Dalam konteks ini menarik untuk disimak ungkapan Uztadz Fillah bahwa kata surjan (dalam istilah Baju Surjan) merujuk pada istilah qurani Siraajan Munira (سراجا منيرا) yang kira-kira berarti ‘cahaya yang bersinar’.  Wallahualam!

‘Teori’ penulis, jika ada istilah hiasan takwa maka istilah itu layaknya hanya bisa disandang oleh mereka yang memiliki kemampuan pribadi yang luar biasa. Kemampuan luar biasa mencakup itu antara lain:

  • Kemampuan menafkahkan harta bahkan dalam keadaan sempit,
  • Kemampuan mengendalikan amarah bahkan di tengah provokasi pihak luar, dan 
  • Kemampuan memaafkan orang bahkan ketika orang itu melakukan kezaliman berlebihan kepada dirinya.

Bagi penulis kemapuan itu luar biasa karena kita memiliki bakat pelit (lihat QS 17:100) dan ditakdirkan memiliki unsur nafsu yang menurut Yusuf AS ‘terus menerus memerintahkan pada keburukan’, lammaratu bisuui (QS 12:53).

Yang layak dicatat dalam konteks ini adalah kemampuan luar biasa itu dituntut bagi atau seyogianya menjadi karakter orang-orang yang bertakwa sebagaimana tersirat dalam QS(3:134):

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَـٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

(orang-orang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang ihsan.

Potongan terakhir ayat mengaitkan tawa dan Ihsan[1], istilah agama yang relatif kurang popular (dibandingkan Iman dan Islam). Penulis memahami fakta ini sebagai isyarat bahwa Ihsan merupakan hiasan takwa dalam arti memungkinkan takwa menjadi lebih cemerlang (التقوى الرائعة) atau bersinar (براق التقوى). Wallahualam.

******

Agaknya bermanfaat bagi kita semua untuk mengevaluasi diri sendiri secara jujur dan mengajukan pertanyaan retrospeksi mengenai kehadiran masing-masing kemampuan luar biasa itu dalam diri kita. Prosesnya secara sederhana tercermin dalam Diagram Alir di bawah ini yang didasarkan pada QS(3:134). Untuk penyederhanaan, untuk masing-masing kemampuan luar biasa itu digunakan istilah pemurah, penyabar dan pemaaf.


[1] Secara kebahasaan, kata Ihsan berarti indah, cantik, proporsional, dan ideal lainnya yang serupa. Tetapi konteksnya dalam tataran batin. Kata jamal memiliki makna yang sama dtetapi diberlakukan dalam tataran lahir. Hemat penulis Ihsan adalah bagian dari trilogi risalah Muhammad SAW yang cenderung diabaikan oleh Umat.  Lihat ini: https://uzairsuhaimi.wordpress.com/2009/10/31/ihsan/

Makhluk Terbaik

Untuk memahami istilah makhluk terbaik penulis melakukan penelusuran melalui Google. Dengan entri the best creature in the world hasilnya mengecewakan: yang muncul hampir semuanya terkait dengan binatang buas. Bagi penulis makhluk terbaik logisnya dari berasal dari species manusia.  Dengan entri the best man hasilnya lebih mengecewakan: yang keluar terkait dengan film yang berjudul the Best Man

Penelusuran berlanjut tanpa Google dan merasa beruntung ketika bertemu dengan QS (98:37). Sumber ini menggunakan istilah khairul bariyyah yang umumnya diterjemahkan sebagai “sebaik-baiknya makhluk” atau “makhluk terbaik”. Terjemahan ini sejalan degan terjemahan Quran-Inggris yang sempat penulis periksa: Picthal, Yusuf, Mawdudi-Zafar, Ishaq, Ismatullah, Shaheeh, Mahmoud. Semuanya menggunakan narasi the best creature atau the best of all creature sebagai terjemahan khairul bariyyah.  Perasaan beruntung berlipat karena istilah qurani ini ternyata merujuk pada manusia. 

Tulisan ini bertemakan makhluk terbaik dengan rujukan utama QS (98:37) yang dibaca dalam perspektif logika simbol (symbolic logic). Agar memudahkan tulisan ini dibagi ke tiga topik. Topik pertama, demi kejelasan, membahas Logika Simbol secara singkat. Topik kedua, membahas ayat ini menggunakan T-Table dan Diagram Venn sebagai alat bantu analisis. Bagian terakhir membahas ekuivalensi makhluk terbaik dengan ahli surga berdasarkan QS (98:37-38).

Topik

  1. Logika Simbol: Pengantar Singkat.
  2. Makhluk Terbaik: Analisis T-Table dan Diagram Venn.
  3. Makhluk Terbaik dan Ahli Surga.

Prinsipnya masing-masing topik dapat dibaca secara terpisah tetapi, untuk memperoleh gambaran utuh, disarankan untuk membaca semua topik secara berurutan.

[Untuk mengakses Topik 1 klik INI]

Logika Simbol: Pengantar Singkat

Logika adalah studi tentang penalaran yang benar atau argumen yang baik. Penalaran dan argumen ini berasal dari bahasa natural yang dialih-bahasakan ke dalam Bahasa simbol tertentu yang dapat dimaknai secara baku dan universal. Itulah sebabnya ada istilah logika simbol (symbolic logic). Unit bahasan logika adalah pernyataan yang bersifat berita (Arab: alinsya al-khabari) yang bernilai logis biner yakni hanya mengandung dua kemungkinan: benar atau salah (tetapi tidak kedua-duanya). 

Suatu pernyataan berita tentu tentu bisa benar bisa juga salah. Istilah hoax merujuk pada berita yang secara material salah (misinformasi) sementara istilah proganda berkaitan berita salah yang dimanupulasi menjadi seolah-olah benar (disinfomasi). Logika tidak bermasalah dengan misinformasi maupun disinfomsi. Logika hanya tertarik pada kebenaran logis suatu proposisi yang kebenarannya didefisikan secpenuhnya atau secara ekslusif oleh premis yang membangun proposisi itu. 

Ilustrasi dan Simbolisasi

Memahami pernyataan sederhana ini bisa membantu memahami logika pada tingkat dasar: “Dia makan dengan lauh ikan atau telur”. Pertanyaannya, apakah pernyataan itu benar jika dia hanya makan ikan saja, telur saja, atau makan dua-duanya? Bagaimana jika dalam pernyataan itu kata “atau” diganti dengan kata “dan”? Poinnya di sini adalah kata sambung “dan”, seperti halnya kata sambung lainnya termasuk “atau”, “karenanya”, “jika”, “maka”, dan “jika-maka”, sering kali membuat rancu suatu pernyataan atau proposisi. Selain itu, kata sambung terkadang memiliki arti dan signifikansi yang berbeda dalam bahasa (natural) yang berbeda[1]

Menghadapi kerancuan seperti itu Logika Simbol mengatasinya dengan menggunakan simbol baku untuk menyatakan hubungan logis dua kata, kalimat atau proposisi dengan pemaknaan yang baku pula. Tabel 1 di menyajikan enam simbol koneksi logis (logical connectives) yang dimaksud. 

Tabel 1: Enam Simbol Koneksi Logis yang Penting

  Koneksi Simbol
tidak, bukan negasi “~” atau “¬”
dan  konjungsi “∧”
atau  disjungsi “∨”
jika… maka implikasi material “→”
… jika Implikasi konversi “←”
jika dan hanya jika kondisional ganda  “↔”

Penyimbolan berlaku juga untuk pernyataan dengan menggunahan huruf kecil sebagai simbolnya. Dengan demikian, pernyataan “makan ikan atau telur” bisa dinyatakan dalam satu atau dua huruf kecil, tergantung konteks. Jika pernyataan itu dianggap sebagai satu kesatuan maka “a”, misalnya, dapat mewakili pernyataan itu sepenuhnya. Dalam hal ini a: Makan ikan atau telur. Jika pernyataan yang sama dianggap sebagai gabungan dua pernyataan lebih kecil maka pernyataan itu secara keseluruhan dapat disimbolkan oleh (p∨q) dimana p: makan telur,

Keabsahan dan Kebaikan Argumen

Andaikan seorang istri menyatakan ini kepada suaminya: “Ikannya akan kita pepes karena minyak goreng lagi langka”. Secara logika pernyataan ini sama artinya dengan pernytaan p–>q (dibac: jika p maka q) di mana:

p: Stok minyak goreng di pasaran langka

q: Memasak ikan dengan cara memepes.

–>: konkesi logis implikasi material   

Dengan rumusan seperti ini p maupun q dapat diberi nilai logis: benar atau salah. Dalam logika simbol p dan q disebut proposisi logis (atau singkatnya proposisi). 

Dalam contoh ini, antara p dan q sebenarnya tidak ada hubungan logis yang langsung. Nalarnya, pertama, keputusan mempepes ikan logisnya dipengaruhi secara langsung oleh ketersediaannya di tingkat rumah tangga, bukan kelangkaannya di pasaran. Kedua, ketidak-tersediaan minyak goreng tidak niscaya menentukan keputusan memepes ikan karena ada acara lain untuk memasak ikan tanpa minyak goreng (di sayur, misalnya). Ketiga, hubungan p–>q kurang relevan bagi rumah tangga yang kebetulan memiliki stok minyak goreng dalam jumlah yang banyak. Dengan tiga nalar ini maka terlihat argumen Sang Istri, walaupun sah, sebenarnya tidak baik atau lemah (unsound). 

Diskusi selanjutnya fokus pada aspek keabsahan (validity) pernyataan atau proposisi, bukan pada aspek kebaikan (soundness) proposisi itu. Fokusnya menguji keabsahan relasi (p–>q) seperti dalam contoh di atas dengan meggunakan dua alat bantu yang umum digunakan dalam logika yaitu Truth Table(selanjutnya T-Table) dan Diagram Venn sebagaimana yang umum digunalan dalam bahasan teori himpunan (set theory).

Analisis T-Table

Pertanyaan pokok dalam anlisis relasi (p–>q) terkait dengan kebenaran implikasi logis (logical implication) relasi itu untuk semua nilai logis p dan q yang mungkin. Pertanyaannya kira-kira begini: “Apakah (p>q) benar jika p benar dan q salah (notasi: ~q)? “Bagaimana jika kasusnya p salah (notasi: ~p) dan q benar?” T-Table di bawah menyajikan proses dan jawaban pertanyaan semacam itu.

T-Table: (p–>q)

Sebagai catatan, kebenaran logis untuk proposisi 3 dan 4 walaupun benar sebenarnya tidak bermakna (meaningless): ~p berpasangan dengan q maupun ~q. Dinyatkan secara sederhana: relasi (p–>q) tidak bercerita apa-apa mengenai q. Sebagai analogi, pernyataan “Karena lulus UMPTN maka anakku diterima di PTN” tidak berbcara apa-apa mengenai populasi yang diterma di PTN: populasi ini bukan hanya yang lulus UMPTN tetapi juga yang dietrima melaui jalur penerimaan lain. Analisis Diagram Venn di bawah dapat memperjelas poin ini.

Analisis Diagram Venn

Diagram Venn berbicara mengenai himpunan sehingga untuk menganalisis relasi (p–>q) diperlukan penyesuaian dalam perumusan proposisi. Dalam digram di bawah Lingakaran M melambangkan himpunan orang menilai stok minyak goreng di pasaran langka, sementara Lingkaran P himpunan orang yang memasak ikan dengan cara memepes. Jadi ada semacam perluasan (scale-up) dari kasus individu atau terbatas menjadi kasus umum. 

Diagram 1: Relasi (M–>P)

M: Himpunan orang yang menilai stok minyak goreng di pasaran langka.

P: Himpunaan orang yang memasak ikan dengan cara memepes.

Pada diagram ini dapat diidentifikasi empat poin yang layak dicatat:

  • Yang segera tampak pada diagram adalah bahwa “M berada di dalam P” atau “P mencakup M” atau “M himpunan bagian P”. Ini berarti setiap titik dalam M pasti termasuk dalam P. Ini berarti P berimplikasi terhadap P sehingga dapat disimbolkan dalam relasi (M–>P). Ini analog dengan proposisi 1 dalam T-Table.
  • Adalah mungkin terjadi kasus di luar P (yang dengan sendirinya di luar M). Jadi logikanya benar. Tapi kasus ini membuakt relasi (M—>P) tidak bermakna (meaningless). Ini anaog dengan dengan proposisi 4 dalam T-Table.
  • Adalah mungkin terjadi kasus di luar M berada dalam P. Jadi logiknya benar walaupun relasi (M–>P) menjadi tidak bermakna. Ini analog dengan proposisi 3 dalam T-Table.
  • Mustahil terjadi kasus di dalam M tetapi di luar P. Kemustahilan ini dibuktikan oleh kemutsahilan menetapkan titik di dalam Diagram. Ini mebubjukan kemustahilan keberan logis proposisi 2 pada T-Table.

Kesimpulannya, hanya propisisi 1 dalam T-Table yang secara logika benar dan bermakna untuk menyatakan relasi (p—>q) dalam T-Table atau  (M—>P) dalam Diagram Venn. Propisisi 2 dalam T-Table bukan saja tidak benar secara logika dan tidak bermakna. Ini barangkali yang dimaksud dengan istilah proposisi yang absurd (jika ada istilah ini).

Referensi

Bezhanishvili and Fussner (n.d), “An Introduction to Symbolic Logic”, Department of Mathematical Sciences; New Mexico State University; Las Cruces, NM 88003, USA; gbezhani@nmsu.edu; fussner@nmsu.edu

Oscar Levin (n.d) “Symbolic Logic and Proofs”, http://discrete.openmathbooks.org/dmoi3/dmoi.html

Yiannis Moschovakis, Y. dan L.S. Moss (2003), The Journal of Symbolic Logic.

[1] Sebagai ilustrasi, dalam Bahasa Arab huruf wau memiliki banyak makna (antara lain “dan”). Dalam kedudukannya sebagai kata sambung “dan” pencantuman huruf itu sangat menentukan makna suatu proposisi itu. Demikian pentingnya kata sambung ini sehingga di dalam Ilmu Balaghah (Ilmu Retorika) hamir selalu ada bab yang khsusus membahasannya (Bab الفصل والوصل). Penguasaan bab ini sering dijadikan kriteria tingkat penguasaan Ilmu Balagah secara keseluruhan.

[2] Secara pribadi penulis cenderung menghindari penggunaan istilah kalimat karena istilah ini memiliki arti teknis tertentu dalam kaidah tata-bahasa. Penulis lebih cenderung menggunakan istilah proposisi primitif (primitive proposition) sebagai pengganti istilah kalimat atom.

Untuk mengakses tulisan berikutnya silakan klik INI.

Makhluk Terbaik: Analisis T-Table dan Diagram Venn

Seperti disinggung dalam tulisan sebelumnya, topik tulisan ini adalah makhluk terbaik sebagaimana didefinsikan oleh ayat QS(98:37): 

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمْ خَيْرُ ٱلْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan beramal saleh, mereka itu adalah makhluk terbaik.

Ayat ini umumnya dipahami sebagai penegasan mengenai pentingnya unsur iman dan amal saleh, dua-duanya sekaligus, untuk menjadi makhluk terbaik. Seorang kiyai kampung menjelaskan kepada penulis mengenai makna huruf wau dalam ayat di atas sebagai berikut: 

Andaikan antum memiliki istri, katakanlah cantik, tetapi tidak bisa masak hatta sayur asam, dia juga sukar diajak campur karena lebih menyukai kaum hawa, apakah antum sehari-hari bisa tidur nyenyak?

Begitulah gaya bahasa kiyai kampung yang penulis kenal: kaya ilustrasi tetapi kena. Lanjutan tulisan ini tidak membahas lebih lanjut diskusi dengan Sang Kiyai tetapi fokus pada upaya untuk memaknai ayat diatas dalam perspektif logika menggunakan T-Table dan Diagram Venn sebagai alat analisis.

Perumusan Masalah

Dalam perspektif Logika Formal (selanjutnya Logika), ayat di atas merupakan pernyataan logika proposional, pernyataan yang terdiri dari variabel proposional dan penghubung logis. Penghubung logis yang dimaksud adalah adalah huruf wau (dalam teks) atau kata dan (dalam terjemahan) yang berfungsi sebagai koneksi logis (logical connective) yang bersifat konjungtif. Koneksi ini disimbolkan oleh ^ (atau .). 

Ayat ini mencakup tiga variabel proposional (selanjutnya proposisi): (1) Orang-orang yang beriman, (2) orang-orang yang beramal saleh, dan (3) makhluk terbaik. Masing-masing propisisi ini dalam tulisan ini disimbolkan oleh huruf kecil r, s dan t.

Dengan menggunakan simbol-simbol ini, ditambah dengan “=” sebagai symbol kata “adalah”,  maka terjemahan ayat di atas bisa disederhanakan menjadi:

Sesungguhnya r^s, mereka = t.

Penyederhanaan lebih lanjut dapat dilakukan dengan mengabaikan kata “sesungguhnya” dan “mereka” yang dalam konteks Logika tidak relevan. Hasilnya:

r^s = t atau t = r^s

Untuk memastikan tidak ada keraguan, tanda kurung ditambahkan sehingga rumusannya akhirnya menjadi

t = (r^s) 

Rumusan ini, dibaca “t sama dengan (t dan s)”, dapat dikatakan formula yang dibentuk secara baik (wff: well-formed formula) karena sederhana dan terbebas dari kerancuan. 

Analisis T-Table

T-Table di bawah ini menyajikan proses dan hasil pengujian kebenaran logis dari relasi (p^q), analog dengan (r^s) dalam contoh di atas. Dua kolom pertama menyajikan semua kombinasi nilai logis p dan q yang mungkin yang hasilnya berupa empat proposisi sebagaimana disajikan oleh Baris 1-4. 

T-Table (p^q)

  • Proposisi 1: beriman dan beramal salah:  (Baris 1),
  • Proposisi 2: beriman dan tidak beramal saleh:  (Baris 2),
  • Proposisi 3 tidak beriman dan beramal saleh: dan… (Baris 3)
  • Proposisi 4: tidak beriman dan tidak beramal saleh: (Baris 4).

Nilai kebenaran masing-masing proposisi ini disajikan dalam pada Kolom 3 yang diperoleh melaui pengujian relasi (p^q). Untuk propsisi 3, misalnya, pengujian daapt berupa pertanyaan berikut: “Apakah pernyataan (p dan q) benar atau salah jika kasus p salah dan q benar”. Jawabannya pasti salah sehingga proposisi ini dalam Kolom 3 bernilai F. Pertanyaan serupa diajukan untuk semua tiga proposisi lainnya dan hasilnya disajikan pada Kolom 3.

Kesimpulannya, relasi (p^q) hanya benar, atau sah secara logis, jika p benar dan q benar. Pernyataan ini adalah bentuk lain dari pernyataan “iman dan amal saleh masing-masing merupakan syarat perlu (necessary condition) dan bukan syarat cukup (necessary condition) bagi makhluk terbaik (r)”. Ini adalah kesimpulan logis dari bacaan QS(98:37) yang dilihat secara obyektif sebagai data tekstual.

Irisan Iman dan Amal Saleh

Selain T-Table, Diagram Venn dapat digunakan untuk menganalisis relasi (r^s). Dalam diagram ini r dan s dilihat secara umum sehingga masing-masing membentuk himpunan kasus r dan s. Dalam terori himpunan relasi konjungsi diontasikan dengan simbol sehingga relasi I dan A dapat dirumuskan sebagai:

dimana 

I: Himpunan orang-orang yang beriman, 

A : Himpunan orang-orang yang beramal saleh, dan 

M: himpunan orang-orang terbaik yang merupakan irisan (intersection) I dan A. 

Diagram: Relasi (I^A)

I: Himpunan orang-orang yang beriman.

A: Himpunan orang-orang yang beramal saleh.

Populasi ‘Makhluk Terbaik” dalam diagarm di atas dapat dibayangkan sebagai titik-titik yang menempati wilayah irisan I dan A. Titik-titik ini merupakan anggota I dan A. Dalam bahasa natural ini berarti “Makhluk Terbaik” mensyaratkan unsur “Iman” (I) dan unsur “Amal Saleh” (A) sekaligus. Pada saat yang sama ini berarti masing-masing I dan A merupakan syarat yang perlu, bukan syarat yang cukup”,  bagi “Makhluk Terbaik”. Kesimpulan ini persis sama dengan kesimpulan hasil analisis T-table.

Di luar I dan A adalah wilayah bagi populasi “yang tidak beriman” (~I) dan “tidak beramal Saleh” (~A). Populasi ini inilah agaknya yang dimaksudkan dengan orang-orang kafir dalam ayat sebelumnya, QS (98:36).

Wallahualam…..@

 

Untuk mengakses tulisan selanjutnya klik INI; untuk kembali ke Menu klik INI.